Sabtu, 08 Juli 2017

Diteror Rombongan Hantu Pengusung Mayat

Tags


Dunia ini memang masih banyak orang yang tidak percaya akan keberadaan makhluk halus, namun bagi sebagian orang percaya dan yakin bahwa mereka itu ada. Simak kisah selengkapnya dibawah ini. Situs poker online

Dulu, aku juga tidak percaya dengan yang berbau mistis. Namun hal itu berubah setelah aku sendiri mengalami sebuah peristiwa yang sangat menyeramkan, sekaligus mengerikan. Pengalaman ini pula yang sekaligus memberikan aku sebagai pelajaran yang berharga.

Kisah mistis ini terjadi di bulan Mei dan telah terjadi 10 tahun silam. Tepatnya malam Minggu Kliwon, tanggal 23 Mei 2004 yang lalu. Dan sampai sekarang kejadian ini masih membekas jelas di ingatanku. Mungkin ini akan menjadi sebuah pengalaman mistis yang menakutkan sepanjang hidupku.

Sebagai pemuda yang masih lajang, setiap malam Minggu, aku paling suka menonton hiburan dangdut yang ditangcap oleh orang yang sedang mengadakan pesta hajatan. Baik itu di kampung ku ataupun di desa-desa tetangga.

Selain sekedar mencari hiburan, siapa tahu ada gadis yang mau denganku untuk kujadikan pacar. Biasanya kami selalu pergi berombongan dengan mengendarai sepeda motor.

Awal ceritanya, malam itu terpaksa aku pulang sendirian setelah menonton acara dangdutan di kampung seberang. Jarak kampung ku dengan kampung seberang kurang lebih 2 Km. Jalan penghubung satu-satunya dari kampung ku ke kampung seberang harus melalui sebuah perkebunan karet.

Tapi entah mengapa kampung itu disebut kampung seberang. Menurut orang-orang tua, di kampung ku karena letaknya di seberang sungai, maka disebut kampung seberang.

Saat itu semua teman-temanku malam itu sudah pulang duluan. Sebenarnya salah ku sendiri, karena sebelumnya kami sudah sepakat, jam setengah dua belas malam harus berkumpul di satu tempat yang sudah disepakati untuk pulang bersama-sama. Karena keasyikan menonton, hingga aku lupa pada kesepakatan itu.

Mungkin karena ditunggu-tunggu sampai pukul dua belas aku tidak kunjung muncul, akhirnya temanku memutuskan untuk pulang. Semua teman-temanku mengira, aku sudah pulang duluan. Namun sialnya, malam itu aku tidak membawa kendaraan sendiri. Sewaktu pergi, aku di berbarengan sepeda motor temanku.

Dengan perasaan jengkel, kuputuskan pulang sendirian saja dengan jalan kaki. Apalagi jarak kampung ku tidak begitu jauh. Perasaan takut tak jadi masalah bagiku. Dari kecil aku tak pernah kenal dengan yang namanya takut. Apalagi dengan hantu, aku sama sekali tidak mempercayainya.

Suara jangkrik mengiringi langkah ku menyusuri jalanan yang sunyi. Sesekali suara burung hantu terdengar di kejauhan. Pohon-pohon karet berdiri membisu berjejer di kiri-kanan jalan. Untung saja saat itu tepat pada bulan purnama sehingga keadaan jalan tidak begitu gelap.

Untuk mengusir kesepian, sengaja aku bersiul-siul menyanyikan lagu kegemeranku. Anehnya, begitu sampai di tengah-tengah perkebunan karet, entah mengapa tiba-tiba saja badan ku merinding. Kulihat jam di tanganku menunjukkan pukul satu malam.

Namun, tiba-tiba sebatang cabang kayu yang cukup besar jatuh tepat di depanku. Suaranya mengejutkanku hingga jantungku hampir copot. "Satu langkah lagi, habislah aku," bisik batinku.

Karena menghalangi jalan, kucoba untuk menyingkirkan cabang kayu itu kesamping. Belum lagi cabang kayu itu berhasil aku singkirkan, tiba-tiba terdengar suara tawa cekikikan. Nyaring sekali. Hati kecil ku berkata, "jangan-jangan ini Kuntilanak?"

Aku perhatikan sekelilingku namun tidak ada apa-apa. Kembali suara tawa cekikikan itu terdengar. Ku perhatikan kembali sekelilingku. Akan tetapi tetap tidak ada apa-apa. Hanya pepohonan karet yang berdiri mematung tertimpa cahaya bulan. Lagi-lagi suara tawa cekikikan itu terdengar. Kali ini malah lebih keras dan berulang-ulang. "Benar ini pasti Kuntilanak" pikirku.

Karena suara tawa itu terus saja terdengar, bukannya takut malah timbul rasa jengkelku. Dengan penuh emosi, aku berteriak menantang. "Hei.. Kuntilanak! Jangan ganggu aku. Kalau berani jangan sembunyi-sembunyi, tunjukkan wujudmu. Kau pikir aku takut, dasar setan. Keluar kau"

Begitu aku selesai berteriak, suara tawa itu pun berhenti. Karena dari kecil aku dikenal sebagai anak pemberani menghadapi keadaan seperti ini, tidak ada setitik pun rasa takut di benakku. Bahkan timbul rasa penasaranku. Seperti apa Kuntilanak itu. Ku tunggu beberapa saat, tapi suara tawa itu tidak terdengar lagi.

Kemudian dengan perasaan jengkel kembali aku melangkahkan kakiku.Tapi belum sempat kakiku melangkah, tiba-tiba bahuku ada yang menepuk dari belakang, diiringi sapaan suara perempuan.

Dengan terkejut, buru-buru ku putar badan ku menghadap kebelakang. Seorang perempuan dengan wajah tertunduk berdiri tepat di belakangku. Entah darimana datangnya, buru-buru aku mundur beberapa langkah ke belakang, sambil terus memperhatikan perempuan itu. Kulihat baju putih panjangnya menutupi kaki dan tangannya.

Lalu tiba-tiba saja tercium bau bunga kantil. Belum sempat aku bertanya pada perempuan itu, tiba-tiba dengan perlahan-lahan perempuan itu menaikkan mukanya. Di keremangan malam, kulihat wajah perempuan itu pucat sekali. Kedua matanya bolong. Dan dari kedua lubang matanya, memancarkan sinar merah. Rambutnya acak-acakan.

Dengan spontan rasa takut menyergapku. Baru kali ini aku merasakan ketakutan. Jantung ku berdebar kencang saat secara tiba-tiba perempuan itu tertawa cekikikan sambil memperlihatkan taringnya, lalu kedua tangannya diacungkan padaku, seolah ingin mencekikku. Kembali aku dibuat terkejut. Ternyata jari-jari tangannya tinggal tulang semua.

"Kun.. Kuntilanak!!" teriakku dengan tergagap. Tanpa pikir panjang lagi kuambil langkah seribu. Melihat aku lari, Kuntilanak itupun ikut berlari mengejarku. Sekilas dapat kulihat tubuhnya melayang-layang terbang, dengan suara cekikikan yang mengerikan.

Kemudian dengan sekuat tenaga aku percepat lari. Tapi Kuntilanak itu terus saja mengejarku dengan disertai suara tawanya yang menakutkan.Sementara rasa takut yang kurasakan semakin menjadi-jadi. Baru kali ini aku merasakan takut yang teramat sangat.

Pada saat genting itu tiba-tiba ada cahaya lampu dari depanku. Begitu ada cahaya lampu, suara tawa Kuntilanak itupun hilang. Dengan terengah-engah kuhentikan lari, kemudian kulihat ke belakang ternyata benar Kuntilanak itu sudah hilang. Mungkin karena takut dengan cahaya lampu itu, pikirku.

Sambil mengatur napas, aku tunggu cahaya lampu yang ku kira lampu sepeda motor itu mendekat. Aku pikir mungkin salah seorang temanku yang ingin menjemputku. Tapi semakin dekat cahaya lampu itu ke arahku, ternyata bukan suara sepeda motor yang terdengar. Justru bau kemenyan dan bunga kantil yang menusuk hidung. Kembali rasa takut mulai menjalariku.

Begitu cahaya lampu itu tiba di depanku, aku nyaris pingsan dibuatnya, ternyata cahaya itu adalah rombongan hantu pengusung peti mayat. Mereka berjalan tanpa menginjak tanah, saat itu badanku seolah tidak berdarah lagi dan jantungku berdegup kencang.

Keberanian yang dulu aku bangga-banggakan hilang sudah, dengan jelas kulihat satu orang tanpa kepala dengan leher berlumuran darah sedang membawa lampu berupa lingkaran cahaya yang sangat terang.

Empat orang pengusung peti mayat, mukanya hancur semua, dengan tubuh dipenuhi bercak-bercak darah di sana-sini. Sementara orang-orang yang mengiringi di belakang, tubuhnya juga tidak ada yang utuh.

Mataku melotot dan tidak bisa dikedipkan, sungguh sebuah pemandangan yang sangat mengerikan. Tiba-tiba, rombongan pengusung keranda mayat itu berhenti saat lewat di depanku, lalu secara serentak makhluk-makhluk mengerikan itu memalingkan wajahnya dan menatap kearah ku.

Rasa takut yang kurasakan semakin menjadi-jadi dan nafasku memburu karena menahan takut. Wajah-wajah makhluk itu sangat mengerikan, mereka menatap ku dengan tajam. Lalu salah seorang datang mendekati ku. Wajah berlumuran darah mengerikan dan salah satu matanya menggantung keluar hampir copot, isi perutnya terburai keluar dengan jalannya yang seperti robot, makhluk itu mendekati ku.

Saat itu ingin rasanya aku lari, tapi kedua kakiku tidak bisa digerakkan, lalu dengan cepat tangan makhluk itu mencengkeram bahuku. Kucoba meronta melepaskan cengkeramannya, tapi tidak berhasil. Energi makhluk itu sangat kuat sehingga tubuhku diangkatnya dengan mudah lalu dengan cepat tubuhku dilemparkan kearah keranda mayat.

Tubuhku melayang menuju keranda, dengan tiba-tiba pula, penutup keranda itu terbuka sendiri. Lalu dengan telak tubuhku jatuh ke dalam peti itu, dengan cepat penutup keranda itupun menutup kembali. Aku sudah di dalam peti mati, meronta-ronta kesana kemari dengan sekuat tenaga kucoba membuka penutup keranda itu tapi sungguh sangat sulit.

Aku coba berteriak meminta pertolongan tapi tak ada satu kata pun yang bisa keluar dari mulutku, bagai tikus terkena perangkap, aku terus saja meronta-ronta kesana-kemari sambil terus berusaha membuka penutup keranda tapi usahaku sia-sia.

Lalu dengan bersamaan, makhluk-makhluk itu tertawa mengerikan, kemudian mereka mulai lagi berjalan dengan membawa ku yang terus meronta-ronta. Karena di cekam rasa takut yang teramat sangat, ditambah tenagaku yang semakin lemah, akhirnya aku pun jatuh pingsan dan setelah itu aku tak ingat apa-apa lagi.

Sayup-sayup kudengar suara orang membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an. Sesekali diiringi suara orang memanggil-manggil namaku, dengan perlahan-lahan kucoba membuka mataku dan kulihat disamping kananku ada Pak Haji Ismail yang tengah khusuk membaca Al-Qur'an. Sementara di samping kiri ku, kulihat Ibuku yang tengah memandangiku dengan kedua matanya yang sembab, menandakan kalau Ibuku habis menangis.

Begitu melihat aku membuka mata, langsung Ibuku memelukku dan menciumi pipiku sambil terus menangis. "Alhamdulillah Ya Allah, kau sudah sadarkan diri, Anakku. Terima kasih ya Allah" ratap Ibuku berkali-kali, Ayahku yang duduk di samping Ibuku, segera menenangkan Ibuku yang terus menangis memeluk ku.

Sementara aku hanya diam, aku bingung apa sebenarnya yang telah terjadi denganku. Pak Haji Ismail yang sedari tadi duduk disampingku membaca Kalam Illahi, dengan senyumnya yang teduh menyuruhku meminum segelas air putih yang sudah disediakan.

"Sudah satu minggu kamu pingsan, Mat! Kamu ditemukan tergeletak pingsan di tengah kuburan." kata Pak Haji menjelaskan. Mendengar kata kuburan, aku teringat kembali pada kejadian yang menimpa ku. Poker online

Dengan perasaan yang masih diliputi rasa takut, kuceritakan semua kejadian yang kualami dari awal sampai akhir, semua orang yang hadir di ruangan itu bergidik ngeri mendengarkan cerita ku. Sejak kejadian itu sampai sekarang, aku kian rajin mendekatkan diri pada Allah SWT.

Kukerjakan lagi sholat, setelah sekian lama kutinggalkan. Ku buka lagi kitab suci Al-Qur'an, setelah sekian lama tidak pernah ku baca. Meskipun kejadian itu masih membuatku trauma pada kesunyian, namun aku kian menyadari bahwa memang ada dimensi kehidupan lain yang diciptakan Allah SWT di samping kehidupan manusia yang nyata ini.