Sabtu, 13 Mei 2017

5 Fakta Kegarangan Suku Nias, Bangsa Sparta Asli Indonesia yang Mendunia

Tags


Suku Nias adalah salah satu suku asli Indonesia yang masih mempertahankan adat dan budayanya di era modern seperti sekarang. Penduduk yang hidup di Pulau Nias ini menjalani kehidupannya seperti yang dilakukan oleh nenek moyang agar tradisi tidak hilang dimakan oleh zaman dan juga modernisasi.

Penduduk di Pulau Nias dikenal akan budaya berperangnya, atau dalam situlah yang lebih keren adalah warrior mirip seperti kaum Sparta dan Mongol. Di masa lalu, para Nias Warrior berjuang mati-matian untuk mempertahankan wilayah dan juga harga diri kelompoknya hingga perang yang besar kerap terjadi. Berikut lima fakta kegarangan Suku Nias yang kerap dijuluki sebagai bangsa Sparta asli Indonesia, seperti yang dikutip dari boombastis.com. Capsa Susun Online

1. Bertarung Sudah Mendarah Daging

Catatan paling tua tentang kebudayaan yang ada di Pulau Nias dilakukan oleh pedagang dari Persia. Perdagangan ini datang di kawasan Nias sekitar tahun 851 Masehi untuk menjalin kerja sama dengan penduduk lokal yang memiliki banyak sekali kerajinan dalam bentuk perhiasan maupun dalam bentuk kain dan tenun yang memukau.

Pedagang dari Persia yang datang pada abad ke-9 ini mengatakan bahwa penduduk di Nias sangat menjunjung tinggi budayanya. Mereka dikenal sangat kreatif meski dalam beberapa hal Suku Nias kuno dianggap agak mengerikan. Mereka memiliki kebudayaan mengayau atau berburu kepala manusia untuk keperluan ritual. Mereka melakukan pemburuan itu dengan bertarung secara sengit.

2. Harga Diri yang Sangat Tinggi Melebihi Apa pun

Harga diri dari Suku Nias di masa lalu sangatlah tinggi. Mereka akan melakukan pertarungan dengan sepenuh jiwa jika merasa dilecehkan. Di masa lalu, para marga atau desa di kawasan Pulau Nias kerap melakukan peperangan untuk mempertahankan wilayah dan juga kehormatan dari suatu desa atau marga.

Kebiasaan berperang yang dilakukan oleh masyarakat Nias kuno sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Bahkan sejak budaya megalitikum hadir 13.000 tahun yang lalu, penduduk di Pulau Nias sudah terbiasa dengan hal-hal yang berkaitan dengan pertarungan. Budaya warrior di kawasan ini terus tumbuh hingga akhirnya lenyap perlahan-lahan.

3. Perbudakan dan Mempertahankan Wilayah

Selain untuk menjaga harga diri dari marga atau pun desa, budaya bertarung yang dilakukan oleh Suku Nias juga dilakukan untuk mempertahankan warga. Di masa lalu, perbudakan banyak sekali terjadi di kawasan Sumatra bagian utara. Orang-orang yang berasal dari kawasan Pulau Nias kerap ditangkap lalu dibawa ke Aceh atau Padang untuk dijual.

Demi menjaga keberlangsungan hidup, orang-orang di Pulau Nias akhirnya melakukan perlawanan terhadap menyusup. Mereka tidak segan akan melakukan perang jikalau situasi menjadi buruk dan banyak warga dari desanya diculik untuk dijadikan budak.

4. Wilayah Paling Susah Dijinakkan di Indonesia

Barangkali kawasan Pulau Nias lebih kecil ketimbang wilayah lain seperti Jawa dan Sumatra. Namun, kawasan ini adalah kawasan paling susah dijinakkan oleh Belanda selama melakukan kolonialisasi di Indoensia. Setidaknya selama ratusan tahun berada di pulau ini, Belanda baru mampu menjinakkan Nias dan memaksakan kekuatannya pada tahun 1914.

Penduduk di kawasan Nias bertarung habis-habisan dengan Belanda di masa lalu. Selama puluhan tahun, Belanda tak bisa masuk terlalu dalam karena pasti akan diserang oleh para warrior yang siapa mempertaruhkan apa saja untuk suku dan desanya. Kawasan Pulau Nias adalah neraka bagi Belanda karena kebudayaan bertarungnya yang mengagumkan sekaligus mengerikan.

5. Kebudayaan Bertarung di Era Modern

Di era modern seperti sekarang, peperangan yang dilakukan oleh warrior atau kesatria tentu sudah tidak ada lagi. Orang di Nias tidak melakukan lagi apa yang namanya berburu musuh lalu mempersembahkan kepalanya pada pemimpin. Perang yang terjadi di masa lalu akhirnya diubah menjadi sebentuk tarian perang yang diberi nama dengan Foluaya. Bandar Sakong Online

Foluaya dilakukan oleh pemuda lengkap dengan atribut perang tradisional. Anak-anak kecil juga didandani untuk terlibat langsung. Orang di Nias ingin budaya berperang ini tetap ada dan anak muda dari generasi baru tetap melakukan budaya ini sampai kapan pun. Kehilangan budaya bertarung adalah bencana besar bagi para penduduk yang tinggal di Pulau Nias.

Demikianlah lima fakta kegarangan dari Suku Nias yang merupakan bangsa petarung asli Indonesia. Mereka tak tak ubahnya Sparta yang berjuang tanpa henti dengan nyawa sebagai taruhannya. Anyway, pernah datang ke Pulau Nias?