SATUQQ - Christopher Columbus, seorang penjelajah dan pedagang asal Genoa, Italia, amat terkenal karena di berhasil menyeberangi Samudera Atlantik dan mendarat di benua Amerika pada 1492. Perjalanan itu dilakukannya karena ia percaya Bumi berbentuk bola.
Peta bikinan tahun 1491 ini mungkin telah memengaruhi Christopher Columbus dalam memahami konsep geografi dunia.
Berumur lebih dari 500 tahun, tentu saja peta ini sudah rusak, pudar, dan sulit dibaca. Namun berkat bantuan teknologi mutakhir, para ahli berhasil mengungkap rincian peta yang selama ini membingungkan dan membuat penasaran itu.
"Kami menggunakan pencitraan multispektral, alat digital canggih yang dapat memulihkan teks dan gambar pada dokumen yang rusak," ujar pemimpin proyek Chet Van Duzer, anggota dewan kelompok pencitraan multispektral yang dikenal sebagai Proyek Lazarus dari Universitas Rochester, New York, dilansir Live Science.DOMINO QQ
Van Duzer menceritakan, awalnya hampir semua tulisan di peta telah memudar dan tidak bisa terbaca, sehingga peta itu hampir tidak bisa digunakan.
Namun, setelah diperbaiki dengan teknologi pencitraan canggih, Van Duzer berhasil menunjukkan peta berusia 527 tahun itu tidak hanya membantu Columbus dalam perjalanannya, tetapi juga berkaitan erat dengan peta legendaris Martin Waldseemüller 1507, yang memberi nama "Amerika".
Jalan panjang dan berliku
Peta yang digunakan Columbus ini dibuat oleh kartografer Jerman Henricus Martellus di Florence pada 1491, tepat sebelum pelayaran Columbus.
Dalam peta berukuran 1,2 x 2 meter, benua yang sangat mirip Afrika terletak di sebelah kiri, di atasnya adalah Eropa, Asia di sebelah timur, dan jepang ada di pojok kanan yang terpisah jauh.
Dalam peta tersebut tidak ada Amerika Utara dan Selatan, sebab benua ini belum dikenal di dunia Barat.Agen Domino QQ Terpercaya
Peta yang sangat tua dan lapuk itu dilaporkan pernah dimiliki sebuah keluarga di Tuscany, Italia, sebelum akhirnya ditemukan di Bern, Swiss, pada 1950-an.
Kemudian, peta ini dijual dan disumbangkan ke Universitas Yale pada 1962. Menurut Van Duzer, peta tersebut sudah sangat rapuh dan pudar di tahun 1960-an.
"Akhirnya para peneliti Yale berusaha menguraikan teksnya dengan mengambil foto ultraviolet. Gambar-gambar dari situ mengungkap adanya teks yang sebelumnya tidak dikenal di peta, tapi tidak mengungkap semua isi peta," kata Van Duzer.
Peran serta teknologi canggih
Beruntung, Van Duzer mendapat hibah dari National Endowment for the Humanities, ia bermitra dengan The Lazarus Project dan menghabiskan 10 hari untuk memotret peta Martellus di Perpustakaan Beinecke Yale.
"Kami menggunakan sejumlah gelombang panjang yang berbeda untuk memotret peta, dari ultraviolet hingga infrared. Karena peta Martellus menggunakan pigmen yang berbeda dalam menulis teks, sehingga mereka merespons cahaya secara berbeda," jelas Van Duzer.
Roger Easton, seorang profesor di Chester F. Carlson Center for Imaging Science di Rochester Institute of Technology, New York, menyaring berbagai gambar dan mencatat aspek mana yang paling baik dalam berbagai panjang gelombang. Selanjutnya, ia membuat gambar gabungan digital sehingga bisa mengungkap elemen yang tidak terbaca di peta Martellus.
"Seluruh proses memakan waktu berbulan-bulan. Ini sangat menarik dan memuaskan," ujarnya puas saat melihat salinan yang telah disempurnakan secara digital.
Peta yang Menginspirasi
Sebagai permulaan, peta ini hanya berupa dataran dan tidak ada gambaran monster laut seperti peta lain dari Renaissance.
"Ini karena kartografer bukanlah ilustrator yang terampil dan memiliki bayaran khusus untuk melukis monster di peta. Karena peta dengan monster harganya mahal, kadang komisioner tak mampu membayarnya," kata Van Duzer.
Selain itu, banyaknya teks latin pada peta juga membantu Van Duzer memahami apa yang telah mengilhami Martellus serta siapa yang diilhaminya.POKER
Martellus menggunakan sejumlah buku untuk membuat petanya, termasuk buku Hortus Sanitatis yang terbit 1491. Buku ini menggambarkan binatang dari seluruh dunia.
Martellus juga menggali pengetahuan dari 1441-1443 Council of Florence, di mana orang-orang Afrika membicarakan geografi tempat mereka tinggal.
Van Duzer menduga Columbus kemungkinan melihat peta tersebut sebagai inspirasi dan acuannya dalam melakukan perjalanan.
Dalam sebuah biografi, Ferdinand Columbus mencatat bahwa ayahnya mengira Jepang terpisah jauh ke arah timur laut seperti yang digambar dalam peta.
"Intinya, peta ini kemungkinan memengaruhi gagasan Columbus tentang geografi Asia," imbuh Van Duzer.
Selain Columbus, peta Martellus kemungkinan juga memengaruhi peta 1507 milik Waldseemüller.
Waldseemüller menyebut "Dunia Baru" sebagai Amerika, karena kesalahpahaman penjelajah Italia Amerigo Vespucci yang telah menemukan Dunia Baru.
"Setelah Waldseemüller menyadari kesalahannya, ia ingin mencobanya tetapi sudah terlambat. Nama Amerika sudah dipakai oleh banyak orang," tutup Van Duzer.