BANYAK yang mengatakan bahwa Setya Novanto memiliki kesaktian. Betapa tidak, belasan tahun disebut-sebut dalam berbagai kasus korupsi, tapi tak ada satupun yang berujung jeratan. Akankah kali ini, Novanto akan dibawa ke pengadilan, atau sebaliknya, KPK yang kembali mendapat “ujian”.
Kabar mengejutkan datang. Setelah menghilang pasca-didatangi petugas KPK di rumahnya, Ketua DPR sekaligus pimpinan tertinggi Partai tertua di Republik ini, Golkar, Setya Novanto, mengalami kecelakaan.Agen Bandar Q
Lokasi kejadian perkaranya ada di Kawasan Permata Hijau, Jakarta Selatan. Saya mendatanginya. Ternyata, lokasi itu persis di depan kediaman Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh. Saya menyusuri lokasi kejadian.
Ada yang menarik dalam penelusuran saya. Kebetulan saya datang ke lokasi kejadian kecelakaan Setnov, nama panggilan populer sang ketua DPR Setya Novanto.
Saya memerhatikan polisi yang sedang melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP). Satu persatu bukti dicocokan. Titik-titik yang menjadi bukti dilingkarinya dengan kapur. Polisi memberi nomor pada lingkaran-lingkaran kapur itu.
Ada tujuh buah lingkaran yang saya perhatikan. Tim polisi berasal dari tim gabungan Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Korps Lalu Lintas Polri, hingga Satuan Lalu Lintas Polres Jakarta Selatan.
Yuk Nonton & Download Movie kesayangan anda di
Detail kecelakaan
Ada lebih dari 20 Polisi yang melakukan olah TKP. Dari pembicaraan informal saya dengan petugas di sela-sela kesibukannya melakukan pekerjaan ini, saya bertanya detail kecelakaan.
Informasi yang berhasil saya kumpulkan, ada tiga orang di dalam mobil Toyota Fortuner bernomor polisi B 1732 ZLO.
Pengemudi mobil itu adalah Hilman Mattauch, wartawan Metro TV. Duduk di samping Hilman adalah ajudan Novanto yaitu AKP Reza. Sementara, Novanto duduk di bangku tengah seorang diri.
Mobil ini naik ke trotoar yang bersisian dengan selokan besar dengan air yang lumayan deras mirip sungai kecil. Mobil mulai naik ke trotoar sekitar 20 meter sebelum tiang Penerangan Jalan Umum (bukan tiang listrik).
Mobil naik ke trotoar, menyerempet pohon sekitar dua meter dari tiang dan berhenti setelah menabrak tiang penerangan jalan umum.
Ada dua analisis di sini yang mungkin terjadi. Jika Mobil dikemudikan dalam laju kecepatan rendah maka dalam jarak 20 meter mobil sangat mungkin untuk kembali ke jalur semula yaitu turun kembali ke jalan raya dan melaju seperti biasa.
Perkiraan ini diambil dengan kemungkinan bahwa pengemudi setelah menabrak dan naik ke trotoar, langsung refleks alias spontan membanting setir mengarah ke jalanan normal. Ini bisa dilakukan karena laju kecepatan mobil rendah.
Lalu bagaimana jika kecepatan mobil tinggi?
Nah ini yang menjadi kemungkinan kedua. Jika laju kecepatan mobil tinggi, maka setelah naik ke trotoar, kecil kemungkinan mobil bisa dikendalikan.
Bahkan untuk membelokkan sedikit kemudipun sulit. Mobil akan “nyelonong” melibas trotoar yang hanya memiliki lebar kurang dari dua meter dan akhirnya akan tercebur saluran air.
Pertanyaan dari Lokasi Kecelakaan
Tentu menjadi pertanyaan, mengapa mobil akhirnya menabrak tiang penerangan jalan umum di jarak (20 meter) yang masih mungkin untuk membelok pada kecepatan rendah?
Atau, mengapa mobil tidak tercebur ke saluran air jika laju mobil saat itu dalam kecepatan tinggi?
Saya menanyakan dua kemungkinan ini kepada Kepala Sub Direktorat Penegakan Hukum (Kasubdit Gakkum) Lalu Lintas Polda Metro Jaya AKBP Budiyanto.
Ia menyatakan, belum bisa menyimpulkan karena semua masih harus diselidiki dan akan disimpulkan pada saatnya nanti.
Termasuk pertanyaan saya kepada Budiyanto, setelah melihat mobil Toyota Fortuner tersebut. Mengapa kaca yang pecah, di samping tempat duduk, Ketua DPR Setya Novanto, bukan di bagian kaca depan?
“Apakah Pak Setya Novanto terbentur kaca atau ada benturan lain yang mengakibatkan kaca penumpang belakang kiri itu pecah berkeping keping?” tanya saya kepada AKBP Budiyanto.
Karena, jika ada benturan akibat kecelakaan di bagian depan tentu kaca bagian depan yang pecah, bukan bagian samping.
Budiyanto juga belum bisa menjawab. Semua masih dalam tahap penyelidikkan, kata dia.
Masa depan sasus Setnov
Nama Novanto di pusaran dugaan korupsi sudah mencuat sejak kasus hak tagih Bank Bali tahun 1999 yang disebut merugikan negara ratusan miliar.
Kasus ini berakhir happy ending buat Novanto. Pada 18 Juni 2003, Jaksa Agung kala itu, MA Rachman, mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) untuk Novanto.
Kini, apakah kisahnya akan berakhir sama, setelah sekian kali KPK “jungkir balik” berupaya menjeratnya?Domino 99
Apakah pengadilan yang akan jadi ujungnya atau KPK kembali perlawanan?
Kita tunggu bersama. Masyarakat antusias melihatnya.
Saya Aiman Witjaksono.
Salam.