Dunia anak adalah dunia penuh kesenangan. Begitulah pengertian yang selama ini berlaku. Tentu saja yang menuturkan adalah mereka yang pernah menjadi anak-anak. Seorang anak dengan keluguan dan keceriaannya mengisi dunia. Yang ada di hadapannya hanyalah bermain dan bersenang-senang, lepas dan bebas tanpa beban.Agen Bandar Q
Namun, di balik kesenangan itu, ada pula sisi kelam anak-anak yang mesti ditangkap dan dicermati orangtua. Sisi kelam yang bukan tidak mungkin akan mendominasi sikap sang anak ketika beranjak dewasa nanti. Hal inilah yang diungkap dalam pameran lukisan kontemporer berjudul Off/On karya Wahyu Geiyonk dan Jemi Bilyanto yang digelar di Tujuh Bintang Art Space, Yogyakarta.
Pameran yang menampilkan 20 lukisan itu berlangsung sejak 18 Desember hingga 31 Desember dengan kurator M Dwi Marianto. Wahyu Geiyonk atau yang bernama asli Wahyu Muhartono menampilkan total 17 lukisan dalam pameran ini. Semua lukisannya menggambarkan bayi yang sedang terlelap dengan kupu-kupu.
Inspirasi saya peroleh ketika menyaksikan anak saya tertidur, katanya. Dari situ, ia melihat betapa tenang dan damainya seorang bayi kala terlelap. Ketenangan yang sangat indah dan penuh makna, ujarnya.
Adapun kupu-kupu ia gunakan sebagai simbol perjalanan bayi yang sama dengan metamorfosis kupu-kupu. Ketika kupu-kupu keluar dari kepompongnya, ia mewarnai dunia dengan keelokan tubuhnya, begitu juga dengan kelahiran bayi yang mewarnai kebahagiaan suatu keluarga, tuturnya.
Filosofi kupu-kupu juga dipakai untuk mengingatkan kepada orangtua agar merawat dan membimbing anak dengan baik agar kepompong itu bisa berubah menjadi kupu-kupu dan mewarnai kehidupan dunia.
Salah satu karya yang secara kuat mewakili analogi bayi dan kupu- kupu itu terdapat dalam lukisannya yang berjudul My Angel. Di lukisan itu, Wahyu menggambarkan bayi yang tertidur pulas dalam posisi duduk dengan sayap kupu-kupu menempel di punggungnya.
Lukisan Jemi lebih banyak menggambarkan dunia anak-anak dengan segala dinamika dan ekspresinya. Jemi menggabungkan teknik melukis dan grafis dalam 13 karya yang dipamerkannya itu.
Menggunakan warna- warna cerah stabilo, Jemi mencoba memotret dunia anak zaman sekarang yang penuh problem akibat kurangnya afeksi orangtua. Seperti yang terungkap dalam salah satu karyanya yang berjudul Diam untuk Emas. Dalam lukisan ini, Jemi menggambarkan seorang anak yang meletakkan telunjuk di bibirnya pertanda diam. Anak-anak sekarang lebih sering dibungkam oleh orangtuanya ketika ingin bebas berpendapat sehingga mereka terkekang, katanya.
Padahal, Jemi melihat kebebasan berpendapat pada anak justru harus ditumbuhkan karena menyehatkan perkembangan mental dan intelektualitas mereka. Ada pula karya berjudul Permata Hati yang melukiskan senyuman tulus seorang anak ketika dihadiahi mahkota bunga kebun sederhana oleh orangtuanya.Domino 99
Lukisan ini memberi pesan bahwa anak-anak tidak melulu harus dihadiahi mainan yang mahal-mahal untuk membuatnya bahagia. Menurut Jemi, selama ini orangtua cenderung salah kaprah menyamakan kebahagiaan dengan materi dalam membesarkan anak-anak mereka, dan melupakan sentuhan-sentuhan personal. Padahal, kebahagiaan sejati seorang anak adalah ketika orangtua memberinya perhatian tulus, katanya.