KOMPAS.com - Setelah lima tahun menempuh perjalanan sejauh 2,9 miliar kilometer, wahana antariksa Juno akhirnya tiba di orbit Jupiter. Agen Bandar Q
Kedatangan wahana antariksa yang dikembangkan Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) itu dirayakan oleh ilmuwan di seluruh dunia.
Wajar. Banyak wahana telah melewati Jupiter tetapi Juno merupakan wahana kedua setelah Galileo yang secara khusus didedikasikan untuk menyelidiki planet gas raksasa di Tata Surya itu.
Juno digadang-gadang mampu menelanjangi Jupiter dan mengungkap identitasnya, persis seperti Juno sang dewi dalam mitologi Yunani dan Romawi mengintip karakter pasangannya - Jupiter - yang menyelimuti diri dengan awan.
Monster Baik
Punya diameter hampir 143.000 kilometer pada ekuator, Jupiter menjadi planet terbesar di Tata Surya. Bumi hanya akan menjadi bola yang mengisi lapisan awan tebal bila ditaruh di Jupiter.
Jupiter layak disebut monster baik yang menyelamatkan Bumi. Bukan hanya karena ukuran raksasanya, tetapi juga karakternya yang memicu kekacauan di Tata Surya.
Tata Surya awal merupakan dunia yang dipenuhi batu-batu besar yang saling bertumbukan. Fisikawan Michio Kaku, seorang pemerhati masa depan dan penulis buku "The Physics of the Future" mengatakan, Jupiter merupakan pembersih vakum.
Dahulu, Jupiter seolah-olah menyedot dan membersihkan Tata Surya dari batu-batu besar yang berpotensi mengacaukan. Ulah Jupiter memungkinkan kehidupan di Bumi yang lebih aman.
"Tanpa Jupiter yang membersihkan Tata Surya awal, Bumi akan dipenuhi bekas tumbukan meteor. Kita akan sengsara karena adanya tumbukan meteor setiap hari," kata Kaku dalam tulisannya di CNN.
Misterius
Manusia bisa melihat Jupiter setiap malam hampir sepanjang tahun. Planet itu akan terlihat sebagai titik putih yang cukup besar untuk dilihat dengan mata telanjang.
Meski demikian, masih banyak yang belum diketahui tentang planet yang seolah-olah memiliki Tata Surya sendiri karena memiliki setidaknya 67 bulan.
Jupiter diselimuti oleh medan magnet yang jutaan kali lebih kuat dari medan magnet Bumi. Medan magnet itu mampu menjebak partikel apapun dan memutarnya dengan kecepatan tinggi.
Tak terbayangkan bila manusia terdampak medan magnet Jupiter. Kematian dengan cara tragis akan menjadi hal yang tak terhindarkan.
Bagaimana Jupiter bisa memiliki medan magnet yang begitu kuat? Itu masih menjadi pertanyaan. Dengan Juno, ilmuwan bermaksud memetakan medan magnet, gravitasi, serta mengungkap struktur dalam Jupiter.
Jupiter kaya akan awan amonia. Namun demikian, ada pula awan yang terdiri atas air. Hingga kini belum terungkap jumlah air di planet tersebut.
Yuk Nonton & Download Movie kesayangan anda di
Dengan Juno, ilmuwan akan mengungkap keberadaan air di atmosfer Jupiter untuk mengonfirmasi pemahaman selama ini tentang asal-usul planet tersebut.Secara umum, misi Juno berusaha mengungkap asal-usul dan evolusi Jupiter sehingga bisa memahami struktur serta perannya di masa awal Tata Surya.
Radiometer Gelombang Mikro
Salah satu instrumen ampuh yang disematkan pada Juno adalah radiometer gelombang mikro. Instrumen ini berbentuk serupa teleskop radio dengan enam antena.
Radiometer gelombang mikro akan lingkungan kedalaman 500 kilometer dari permukaan Jupiter dan mendeteksi uap air, spesifiknya oksigen.
Astronom percaya, Jupiter tidak lahir di tempatnya berada sekarang. Tempat kelahiran Jupiter bisa diketahui dengan melihat kemelimpahan oksigen di lingkungannya saat ini.
Kandungan oksigen dipengaruhi oleh jarak lokasi kelahiran Jupiter dengan Matahari. Makin jauh, maka kandungan oksigennya makin tergolong sedikit.
Data yang dihasilkan dari deteksi radiometer gelombang mikro akan dianalisis oleh tim ilmuwan di Bumi dengan bantuan Very Large Array Radio Telescope di New Mexico.
Misi Juno juga secara tidak langsung akan mengungkap asal-usul dan evolusi Bumi, utamanya bagaimana Bumi bisa berada di tempatnya saat ini dan memiliki kehidupan.
George Musser, komunikator astronomi, dalam tulisannya di Scientific American, mengatakan bahwa misi Juno juga punya manfaat langsung.
Instrumen radiometer gelombang mikro yang sebelumnya dikembangkan secara khusus untuk Juno kini bisa dipakai untuk meneliti atmosfer Bumi.
"Brian Drouin dari JPL (Jet Propulsion Lab, NASA) sedang melakukannya, mengukur pengaruh suhu dan tekanan pada sifat radiasi upa air di Bumi, yang kemudian akan memengaruhi perambatan sinyal GPS," katanya. Domino 99