Jumat, 15 Desember 2017

Murder On The Orient Express: Para Bintang di Tengah Misteri Pembunuhan

Tags


Jakarta - Murder On The Orient Express dibuka dengan sangat meyakinkan. Kamera Haris Zambarloukus dengan megah mengajak kita ke tahun 1934 dengan landscape Jerrusalem yang tidak hanya megah namun juga begitu memabukkan. Kemudian kita langsung dipertemukan dengan sosok Hercule Poirot (Kenneth Branagh), seorang lelaki yang tidak biasa. Dia memiliki kecenderungan OCD yang parah yang menurutnya membuat dia menjadi detektif terbaik di dunia.Agen Bandar Q


Setelah berhasil membantu kasus pelik di Jerrusalem, Poirot bergegas naik ke atas kereta Orient Express karena ada urusan yang menunggunya di Eropa. Di sana dia bertemu dengan Pilar Estravados (Penelope Cruz), seorang yang sangat relijius; Gerhard Hardman (Willem Dafoe), seorang cendekiawan yang agak rasis; Princess Dragomiroff (Judi Dench), seorang putri yang tidak bisa melakukan apa-apa tanpa bantuan asistennya Hildegarde Schmidt (Olivia Coleman); Mary Debeham (Daisy Ridley) yang sepertinya ada apa-apa dengan Dr. Arbuthnot (Leslie Odom Jr.); Caroline Hubbard (Michelle Pfeiffer), yang tidak pernah berhenti bercakap-cakap; Samuel Ratchett (Johnny Depp) seorang businessman yang mencurigakan dan asistennya Hector MacQueen (Josh Gad) yang sepertinya alkoholik.

Perjalanan ini sepertinya berjalan baik-baik saja sampai akhirnya terjadi kasus pembunuhan. Ratchett meninggal dunia di kompartemennya dan ditemukan berdarah dengan luka tusukan bertubi-tubi di bagian dadanya. Poirot yang tadinya ingin beristirahat terpaksa harus menunda lagi waktu lenggangnya membaca Dickens demi mengungkap siapa pembunuh Ratchett.


Diadaptasi oleh Michael Green, Murder On The Orient Express adalah sebuah tontonan yang cukip menarik bagi pecinta misteri. Green cukup apik dalam menggambarkan sosok Poirot sehingga ketika misteri tersebut hadir di layar, penonton sudah cukup anteng untuk menyaksikan aksinya yang seperti pesulap. Meskipun Green cukup oke dalam menata misteri, namun Green tidak cukup handal dalam menggambarkan satu per satu sosok penting dalam Orient Express. Ketika pembunuhan terjadi, semuanya terlihat terlalu sederhana sehingga twistnya pun terasa kurang gegap gempita.

Keputusan Green untuk terlalu menonjolkan Poirot juga membuat film ini menjadi jomplang karena Murder On The Orient Express adalah tontonan menarik ketika ia mengeksplor orang-orang lain dan bukan si Poirot. Akting Kenneth Branagh yang agak over-the-top juga membuat penonton jadi tidak tahu apakah kita seharusnya tertawa atau tegang.

Sebagai sutradara, Branagh menampilkan Murder On The Orient Express dengan visual yang meyakinkan. Meskipun staging aktornya dibuat agak teatrikal, kita tetap dibuat anteng. Suasana retronya juga terasa kuat. Sayangnya, selain Branagh gagal membuat supporting castnya tampak bersinar, Branagh juga gagal membuat penonton tegang total. Bagi pembaca novel aslinya, Anda pasti tahu bahwa cerita Poirot ini sungguh melenakan. Sayangnya, suspense yang dibutuhkan itu tidak hadir dalam film ini.Domino 99

Branagh justru terlalu fokus dengan aksen Belgianya yang menggelikan dan melupakan fakta bahwa dia memiliki barisan aktor terkenal bertalenta yang siap dieksploitasi. Dengan dialog yang panjang-panjang, aktor-aktor ini harusnya dengan mudah bisa menggiring penonton ke labirin misteri. Namun hasilnya malah seperti orang-orang terkenal tampil tanpa energi. Bahkan Michelle Pfeiffer yang biasanya tampil gahar.

Murder On The Orient Express memang bukan karya yang benar-benar buruk. Aura filmnya yang klasik membuat Anda teringat dengan film-film jaman dulu yang fokus terhadap plot daripada spektakel. Castnya yang terkenal juga membuat film ini asyik buat disimak. Namun jika Anda penggemar Agatha Christie, versi 1974 terasa lebih menghanyutkan daripada versi kekinian ini.