Minggu, 08 Oktober 2017

Trik Pesugihan Tanpa Tumbal Pelunas Hutang Ki Amprah dan Mantranya

Tags

Pesugihan tanpa tumbal dan tanpa mahar Pelunas Hutang

BandarQ Domino 99 Domino QQ Poker Online Terbaik Dan Terpercaya

Banyak manusia mencari jalan pintas untuk mencari kekayaan,diantaranya melalui ritual pesugihan,namun dari sebagian pesugihan selalu memerlukan adanya tumbal,seperti pesugihan gunung srandil,pesugihan gunung kawi,pesugihan siluman ular,pesugihan nyi blorong,pesugihan nyi roro kidul,pesugihan babi ngepet,pesugihan tuyul, yang kesemuanya selalu ada tumbal nyawa yang harus dikorbankan. Situs Judi Online

Bahkan ada jenis pesugihan yang diharuskan melakukan persetubuhan dengan makhluk gaib untuk memenuhi hasrat birahi iblis pesugihan,diantaranya Pesugihan Gunung Kemukus,Pesugihan gunung salak,pesugihan gunung hejo,pesugihan genderuwo.

Ada lagi ritual pesugihan dengan media tukar barang atau jual beli dengan makhluk gaib atau siluman contohnya pesugihan sate gagak,pesugihan jual janin,pesugihan kera,pesugihan kuda dan lainnya.

Namun kali ini penulis akan berbagi kisah atau cerita pesugihan tanpa tumbal alias gratis dan tanpa mahar,tapi tentu saja harus melalui tata laku ritual.Pesugihan ampuh tanpa tumbal ini menggunakan media mantra pesugihan untuk melunasi hutang sebesar apapun.

Jika anda mencari pesugihan tanpa tumbal mungkin ini bisa jadi salah satu alternatif jika ingin menjalaninya,namun tidak menyarankannya.Pesugihan ini memerlukan mantra Ki Amprah dan Nyi Amprah.

Membahas seputar mantra di Tanah Jawa Dwipa (Pulau Jawa), memang tak mungkin ada akhirnya, mengingat di daerah inilah sumber keberadaan tokoh sakti penyusun dan pencipta mantra ampuh yang bertebaran sampai sekarang dan masa mendatang. Saking banyaknya, sejak era pasca Indonesia merdeka hingga saat ini, team independen yang secara sukarela mengumpulkan mantra dari seluruh daerah, mengakui kegiatannya itu laksana menyelam di samudera lepas, makin digali justru semakin banyak mantra yang belum diketemukan.

mantra, umumnya akan menghasilkan kekuatan khodam yang luar biasa. Namun begitu, yang terbaik tentu saja yang mengikuti ketentuan sesuai petunjuk si pencipta mantra itu sendiri. Sehingga, kekuatannya akan utuh dan sesuai dengan bunyi bait yang disusun para pencipta mantra.

Bagaimana dengan mantra yang masuk kelompok pesugihan. Pada klasifikasi ini, berbeda sekali dengan mantra kedigjayaan ataupun pengasihan. Di antara sekian banyak mantra pesugihan, Nyi Amprah Ki Amprah termasuk yang paling ringan. Ringan dari sisi ritual, penebusan maupun paling ringan dalam hal resiko.Tidak seperti Pesugihan pesugihan bertumbal .

Namun begitu, mantra ini tidak mengakibatkan orang lain menderita, apalagi Sampai meminta tumbal. Yang cukup menjadi kendala, hanya pada syarat pelaksanaan ritualnya, yang berbeda dari mantra-mantra sejenis Iainnya karena itu termasuk pesugihan tanpa tumbal terbaru.
Seperti dituturkan Dasmun, 48 tahun, warga Desa Widasari, Kecamatan Widasani, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat,pesugihan tanpa tumbal mantra Nyi Amprah Ki Amprah tercatat salah satu mantra kuno dengan bait-baitnya berbahasa Jawa Dermayu. Bukan hanya bait mantraa yang berbahasa Jawa Dermayu, bahkan petunjuk hirarki ritualnya pun menggunakan bahasa Jawa Dermayu.

Cerita mistis misteri kisah nyata pesugihan tanpa tumbal


“Sehingga kami meyakini, mantra ini diciptakan pakar spiritualis dari lndramayu,” tebak Dasmun.
Dia sendiri mendapatkan mantra tersebut bukan Iangsung dari primbon, melainkan dari sahabat kakeknya, seorang kolektor berbagai benda bertuah di kawasan Bekasi. Saat menerima salinan mantra berikut hirarki ritualnya, usia Dasmun baru menginjak kepala dua dan baru mempunyai seorang putri.

Dasmun teningat lembaran salinan mantra pesugihan tanpa tumbal itu, sewaktu dirinya menemukan jalan buntu dalam hal ekonomi. Hutang sudah melilit pinggang, nyaris seluruh orang kaya yang ada di kampungnya sudah dipinjami uang. Bahkan namanya telah menghiasi buku catatan hutang di seluruh warung, yang ada di sekitar tempat tinggalnya.

Pria berkumis tebal itu, mengalami beban mental teramat berat. Apalagi, saat itu sang istri baru saja melahirkan anak keduanya, sehingga tak memungkinkan untuk ikut mencari nafkah maupun bekerja menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) seperti kalangan istri lain yang ada di kampungnya.
Segenap kemampuan sudah dikuras, namun jangankan mampu menghasilkan uang banyak buat membayar hutang, justru yang sering, upah kerja serabutan yang digeluti, hanya cukup buat menutup kebutuhan dapur keluarga.

Situasi semakin sulit, saat dia sadar, kalau sanak keluarganya juga kondisi perekonomiannya tak lebih baik dan dirinya. Akibatnya, Dasmun tak punya nyali untuk mencoba pinjam uang kepada keluarganya.
Pada puncak kalut itulah, tak sengaja Dasmun membuka map buluk yang bertahun-tahun menjadi penghuni laci lemari, bertumpuk dengan kertas-kertas tak penting lainnya. Dia membaca bait demi bait penuh penjiwaan. Belum sampai setengah halaman, dia tercenung manakala disebutkan, bahwa mantra Nyi Amprah Ki Amprah, salah satu mantra pesugihan spesialis buat melunasi hutang.

Seperti mendapatkan segelas suplemen, Dasmun membaca tulisan berbahasa Jawa Dermayu sebanyak lima embar itu, laksana kesetanan. Tidak hanya sekali, pada beberapa bagian, bahkan dia sengaja dieja huruf per huruf, tujuannya tentu saja agar mampu menyimpannya dalam memori otaknya. Hanya butuh waktu sehari saja, untuk menghafal bait mantra yang wajib diwirid 1.000 kali per malam.

Yang membuat mantap semangat Dasmun, dalam penjelasan mantra tersebut, sama sekali tak menyebutkan tumbal apapun. Kendalanya, hanya soal lokasi yang wajib dipenuhi sebagai persyaratan mutlak. Selama menjalankan wirid mulai tengah malam, mesti duduk bersila di atas tanah tanpa dilapisi alas apapun. Begitu juga di atasnya, tak boleh ada selembar daunpun yang memayungi kepalanya, dengan kata lain, lokasinya harus berada di tanah terbuka semacam tegalan.termasuk syarat pesugihan tanpa tumbal Nyi Amprah dan Nyi Amprah ,dan mungkin berbeda dengan pesugihan tanpa tumbal ki Anom.

Yakin mampu memenuhi seluruh persyaratan, tanpa sepengetahuan istri maupun kedua orang tuanya, Dasmun memutuskan untuk mandi keramas air arang oman (mayang padi) sebagai persyaratan akan dimulainya laku ritual pada malam harinya. Sesuai ketentuan, jika malamnya sudah wirid mantra, maka keesokan paginya mesti berpuasa dengan berbuka air kelapa degan hijau satu butir, ditambah nasi putih tanpa lauk. Secara kebetulan, di belakang rumah Dasmun terdapat tiga pohon kelapa hijau peninggalan kakeknya, yang kini tengah berbuah lebat, hal itu sangat mendukung kelancaran rencananya.

Lima malam telah berlalu, namun belum ada tanda-tanda bakal menuai hasil. Usai wirid 1.000 kali dilanjutkan dengan memanggil nama Nyi Amprah Ki Amprah, diikuti gejog bumi tiga kali menggunakan ujung telapak kaki kanan dalam posisi tetap bersila. Harapan tinggal harapan, yang dinanti entah masih berada dimana. Di sekelilingnya, hanya ada kegelapan teramat ritmis, sesekali terdengar jeritan burung hantu dari kejauhan, semakin menambah kentalnya nuansa misteri gaib.

Perasaan kecewa dan putus asa, tak dapat dicegah mulai menyelimuti batinnya, apalagi hari ketujuh hanya menyisakan beberapa jam lagi. Bagaimana mungkin syarat wirid plus puasa sepekan, sama sekali tak membuahkan hasil. Apa ada yang salah, dari sisi wirid atau aturan puasanya. Tapi men urut keyakinannya, tak ada satupun yang salah. Cara dan jumlah wirid persis seperti petunjuk yang tertera dalam salinan yang dia baca. Atau jangan-jangan, ada bagian bait mantra yang sengaja tidak ditulis sehingga dianggap salah atau batal.

Tak sadar kemarahanpun mulal memenuhi rongga dadanya. Andai dugaannya betul, dia merasa sudah dikadali. Puncak kemarahan, Dasmun bertekad terus melanjutkan laku ritualnya. Persetan dengan hirarki, persetan dengan aturan. Dia bertekad, jangankan sebulan, seribu haripun dia akan terus menjalankan ritual, sampai dia berhasil bertemu khodam Nyi Amprah Ki Amprah.

Dasmun tak peduli benar badannya merosot drastis. Namun, semangatnya untuk meraih kemenangan tak menyurutkan langkah ritualnya. Tak terasa telah memasuki malam ke-13. Entah hanya perasaannya saja, malam itu nuansanya berbeda dari malam-malam sebelumnya. Suasana tegalan di sisi hutan Berek, menyerupai padang lamun. Begitu lengang. Tak terdengar riuh jangkrik musim kemarau. Segalanya seakan tersugesti akan symponi mistis.

Kisah misteri cerita mistis Pesugihan putih tanpa tumbal manusia


Usai wirid ke 1.000 kali, Dasmun bersiapsiap gejog bumi tigakali, sambil memanggil Nyi Ampah Ki Amprah. Usai memanggil nama yang terasa keramat itu, kening Dasmun berkerut tajam. Dalam suasana temaram, dari ujung pandangan matanya, terlihat dua bayangan manusia. Makin diperhatikan, keduanya melangkah beriringan. Jalannya pelan sekali, tertuju ke arahnya.

 Dia merasa berputarnya waktu seolah melambat, saat menunggu dua sosok itu tiba di hadapannya.
Dalam jarak belasan meter, terdengar suara wanita tua. Suaranya terbata-bata namun mengandung wibawa sangat kuat. Sontak batin Dasmun, terasa ditampari sesuatu tak kasat mata. Dasmun makin menajamkan pandangan, tertuju ke arah orang yang tadi membentak. Setelah jaraknya hanya tersisa beberapa Iangkah, Dasmun terperanjat. Ternyata, mereka sepasang kakek-nenek yang kini berdiri menghadapinya.

“He Cung, kamu budek ya? Dibilang minggir, masih bandel duduk bersila!” bentak wanita renta.
“Kalau mau lewat, ya Iewat saja, Nek?” Jawab Dasmun seraya benaknya terus berpikir. Tapi lama berpikir, dia belum juga mengenali pasangan manula itu. Janganjangan warga kampung lain, yang sengaja malam-malam melewati tegalan ini.

“Bukannya minggir malah bengong, dasar goblok!” lagi-lagi wanita renta itu yang metontarkan hardikan.
Dalam batin, Dasmun mengutuk kepongahan wanita uzur itu. Sudah sebangkotan itu, masih saja congkak. Apapun yang,terjadi, Dasmun tetap tak akan memenuhi perintah wanita uzur itu. Dan kalaupun harus bertengkar, diapun sudah siap.

“Maaf Nek, sudah terlanjur, aku tak akan pergi darisini sebelum bertemu seseorang,” balas Dasmun ngotot.
“Hk hk hk. ..bandel juga ya, rupanya kamu belum tahu rasanya dihajar suamiku, saat dia sudah marah!” bentak wanita renta.

“Tak mungkin aku batalkan ritual ini keluh Dasmun.
Wanita renta itupun tertegun, lalu menoleh ke arah suaminya. Diawali batuk kecil, kini kakek renta itu yang melontarkan kata-kata. Sungguh di luar dugaan, ternyata nada bicaranya berbanding 180 derajat dari istrinya. Suara kakek renta itu sangat lembut, namun tetap berwibawa.

“Aku tahu apa yang kamu maksud. Sekarang pulanglah, ritualmu sudah selesai. Seluruh hutangmu, pasti lunas,” saran kakek renta.
‘Mana mungkin, Kek. Ragaimana caranya membayar seluruh hutangku, sedangkan aku tak punya uang selembarpun,” jawab Dasmun dengan nada direndahkan.
“Aku harap, kamu punya keyakinan yang kuat. Lekas pulang, dan selama melangkáh pulang, kamu dilarang menoleh ke arah kami lagi,” saran kakek renta.

Meskipun belum yakin secara bulat, Dasmun terhuyung-huyung bangkit dari duduknya. Lalu, dia melangkah melintasi sepasang manula itu, untuk melangkah menuju ke rumahnya. Sekuat tenaga, dia terus melangkah mantap, meskipun hasrat untuk menoleh ke belakang begitu kuat.

Yakin yang ditemui semalam khodam Nyi Ampah Ki Amprah, keesokan paginya Dasmun tak puasa. Pagi-pagi bergegas menyantap bubur ayam, yang dibelikan putri sulungnya. Tapi rasa kecewa mulai membuncah saat sepanjang siang itu, tak ada peristiwa apapun di rumahnya.

Bahkan, hingga memasuki hari ketiga. Pagi itupun usai menyantap bubur ayam, Dasmun bermaksud pergi ke rumah orangtuanya, untuk menceritakan peristiwa pertemuannya dengan pasangan manula di tegalan pinggir hutan Berek.

Dia penasaran, apakah pasangan manula itu khodam, ataukah manusia biasa yang secara kebetulan mengambil jalur pintas ke rumahnya.
Baru saja hendak beranjak dari bangku di teras rumah, dari kejauhan terlihat dua orang melangkah tergesa-gesa tertuju ke arahnya. Makin dekat, dia mengenalinya, yakni Junedi dan seorang laki-laki yang kurang begitu dikenal. Karena sudah akrab, Junedi menaiki teras rumah lalu mengambil dua kursi kayu untuk dirinya dan temannya.

“Tumben pagi-pagi sudah mampir kemari, Jun?” Sapa Dasmun.
“lya, Mun. Kalau terlalu siang, khawatir kamunya sudah pergi kerja,” kata Junedi.
 “Ada perlu penting?” Tanya Dasmun. Junedi mengangguk mantap, lalu dia mengenalkan nama pria paruh baya itu. Ternyata, Dasmun pernah ngobrol dengan Suryana sekitar dua tahun silam, saat sedang majengan hajatan keluarga bos beras, H. Mustofa yang tiga bulan lalu meninggal akibat serangan jantung.
“Mas Suryana bermaksud membeli Golok Wulung punya kamu, Mun,” kata Junedi.

“iya Mas, dulu aku pernah tertarik untuk menyewa golok pusaka milik Mas Dasmun, sekarang kalau boleh, aku ingin membelinya,” sela Suryana.
“Berani berapa? Maaf kalau boleh tanya,” todong Dasmun tanpa basa-basi.
Lalu Suryana BANDAR POKER ONLINE  menyebutkan angka yang membuat Dasmun tercengang. Dia merasa seperti bermimpi. Untuk golok pemberian sahabat kakeknya di Bekasi, ternyata Suryana sanggup membayar Rp 50 juta. Bahkan, dengan jujur dia mengakui, bahwa dirinya hanyalah mediator.

Dituturkan Suryana, dan calon pembeli, dia dititipi uang Rp 70 juta. Sesuai kesepakatan, Suryana mengambil keuntungan hanya Rp 10 juta, sedangkan sisanya, masing-masing Rp 5 juta untuk infaq pembangunan masjid dan Rp 5 juta lagi untuk Junedi.

Tanpa pikir panjang, Dasmun menjabat tangan Suryana pertanda setuju. Bergegas Dasmun memasuki kamar penyimpanan gabah. Di atas rongsokan lemari, dia pungut Golok Wulung. Golok kuno itupun, masih terbungkus kain putih yang mulai kusam. Lalu menyerahkan kepada Suryana. Pada saat yang sama, Suryana pun menyerahkan lima ikat uang kertas sebanyak Rp 50 juta.

Sepeninggal kedua tamunya, Dasmun menatap lekat tumpukan uang kertas di atas meja kayu mini, bersisian dengan mangkuk bekas bubur ayam. Dia berpikir, dengan uang sebanyak itu, hutangnya tentu lunas, malah minimalnya masih ada sisa dua jutaan. lumayan buat modal usaha dan beli susu untuk putra keduanya yang mulai membutuhkan nutrisi

SUMBER : http://www.expobia.id/2017/01/pesugihan-tanpa-tumbal-pelunas-hutang-Ki-Amprah-dan-mantranya.html

BandarQ Domino 99 Domino QQ Poker Online Terbaik Dan Terpercaya