JAKARTA, KOMPAS.com -- Di Amerika Serikat, nama Jane Doe atau John Doe menjadi nama fiktif yang disematkan bagi mayat tanpa identitas. Agen Bandar Q
Jenazah perempuan muda cantik yang dijuluki Jane Doe itulah yang kemudian menjadi sumber kengerian cerita dalam film horor The Autopsy of Jane Doe.
Tak mau mengingkari judulnya, sudah bisa ditebak bahwa film ini segera memunculkan kengerian di ruang otopsi.
Lokasi kejadian segera dijelaskan pada awal film, yaitu di Virginia, Amerika Serikat.
Penonton harus cukup tabah dengan suguhan darah yang berhamburan dari sejak pembukaan film. Darah di dinding, darah di lantai, hingga darah yang mengering di mayat-mayat korban pembunuhan.
Tak cukup dengan menghadirkan darah, kerusakan pada tubuh-tubuh dari kematian tak wajar pun disuguhkan dalam detail yang jelas.
Kengerian dari tempat kejadian perkara pembunuhan segera bergeser ke rumah otopsi yang dikelola oleh seorang ayah dan anaknya.
Sang ayah, Tommy (Brian Cox) dan putra satu-satunya, Austin (Emile Hirsch), menjadi tokoh tanpa rasa takut karena terbiasa menyayat mayat di ruang otopsi.
Wajah mereka tanpa gejolak ketika berhadapan dengan mayat korban bunuh diri, mayat yang rusak akibat kebakaran, hingga mayat yang telah lama membusuk.
Tommy dan Austin tumbuh besar di keluarga yang sudah tiga generasi berkutat dengan otopsi jenazah serta krematorium mayat.
Saking terbiasanya dengan mayat, mereka nyaman tinggal di rumah keluarga yang berada tepat di atas ruang otopsi.
Berada di bungker bawah tanah, lokasi ruang otopsi ini memperkuat kengerian yang ingin dihadirkan.
Terletak di bawah tanah, suara-suara misterius sanggup membuat penonton tegang untuk menanti kemunculan dari sumber suara.
Selain pasangan ayah dan anak itu, ruang bawah tanah hanya dihuni makhluk hidup lain berupa seekor kucing dengan geraman dan tatapan mata tajam.
Pengunjung bungker otopsi itu hanyalah polisi yang turun dengan lift barang berkerangkeng serta pacar Austin, Emma (Ophelia Lovibond).
Gagah berani sebagai petugas otopsi yang tak percaya takhayul, mereka menjalankan tugas dengan profesional.
Tak ada rasa takut atau kengerian. Namun, semuanya berubah dengan kehadiran sesosok jenazah misterius tanpa identitas, Jane Doe (Olwen Catherine Kelly).
Proses otopsi
Memerankan Jane Doe, Olwen Catherine Kelly hanya berakting terbujur kaku.
Ia banyak dipuji oleh media internasional karena ketenangannya ketika memerankan jenazah dan harus menjalani proses shooting berjam-jam dengan tubuh telanjang, tanpa bergerak, dan sering kali harus menahan napas.
Hasilnya, jenazah Jane Doe tampil wajar sebagai jenazah.
Dari film ini, penonton bisa belajar tentang tahapan proses otopsi. Dan sekali lagi harus benar-benar tahan menyaksikan darah serta proses penyayatan jenazah hingga pengambilan otak dari tempurung kepala.
Pada tahapan awal, ketika Tommy dan Austin memeriksa bagian eksternal tubuh, ketidakwajaran mulai muncul.
"Banyak orang yang punya rahasia, sebagian dari mereka mampu menyimpannya dengan rapat," kata Tommy mengawali proses otopsi.
Rahasia Jane Doe mulai terkuak sedikit demi sedikit. Seluruh tulang pergelangan tangan dan pergelangan kakinya remuk tanpa luka lebam.
Anehnya lagi, ada jejak-jejak gambut di rambut, kuku tangan, serta kuku kaki. Padahal tak ada lahan gambut di sekitar lokasi kejadian.
Ketika sayatan pertama menyentuh kulit Jane Doe, darah mengucur deras seperti pada mayat yang baru saja meninggal.
Keanehan demi keanehan lain segera menyusul yang membuat rasa penasaran semakin membuncah.
Ketegangan dalam film yang pertama kali diluncukan di Toronto International Film Festival pada September 2016 ini berhasil dibangun secara sangat perlahan.
Akhir yang sulit ditebak membuat penonton terpaku dan tak ingin melewatkan setiap potongan yang akan mengarah pada kesimpulan yang kembali sulit diprediksi.
Makhluk lain
Proses otopsi hingga kengerian kondisi mayat dalam film yang disutradarai André Øvredal ini diperparah dengan kemunculan sosok-sosok lain serupa bayangan.
Radio yang menemani proses otopsi dengan siaran berita dan musik tiba-tiba bergemerisik kemudian menghadirkan suara nyanyian yang sama.
Hujan deras hingga ancaman banjir menambah kegalauan suasana. Terombang ambing dalam fakta-fakta yang sulit dijelaskan dengan ilmu pengetahuan, rasa takut perlahan mulai menghinggapi Tommy ataupun Austin.
Selain kengerian ruang otopsi, kemampuan akting Brian Cox dan Emile Hirsch menjadi penentu utama keberhasilan film ini untuk menakut-nakuti penontonnya.
Faktor lain yang tak kalah ampuh dalam membangun ketegangan adalah munculnya lagu populer era tahun 1950-an berjudul "Open Up Your Heart and Let the Sun Shine In" yang pernah dinyanyikan band-band jadul terkenal Amerika, seperti Cowboy Church Sunday School, Joan Regan dan puteranya Rusty, hingga McGuire Sisters.
"Mommy told me something a little girl should know. It's all about the devil and I learned to hate him so. She said he causes trouble when you let him in your room. He'll never ever leave you if your heart is filled with gloom. So let the sun shine in, face it with a grin...."
Lagu indah dengan lirik tentang iblis yang menuntun hadirnya kengerian dalam The Autopsy of Jane Doe. Domino 99