KOMPAS.com - Selama ratusan tahun, manusia punya satu pertanyaan: apakah sendirian di alam semesta? Adakah makhluk cerdas lain yang menghuni planet di galaksi nun jauh di sana?Situs Judi Online
Rasa penasaran itu lantas mendorong manusia membuat gambaran tentang alien, makhluk yang kerap digambarkan lebih maju dari manusia.
Banyak film fiksi ilmiah menggambarkan alien sebagai makhluk berkepala besar, berbadan kurus kering, punya warna hijau dan kulit yang terlihat agak berlendir.
Alien digambarkan tak bersahabat dengan manusia. Mereka datang dengan kendaraan serupa piring terbang dan selalu memicu keributan.
Sementara, drama Korea "My Love from the Star" memotret alien sebagai Do Min Joon yang tampan (diperankan oleh Kim Soo Hyun).
Do Min Joon bisa hidup ratusan tahun. Dia punya kekuatan super tetapi malas menolong manusia. Sebabnya: sekali ditolong, manusia menjadi tergantung, setiap saat minta.
Nah, seperti apa sebenarnya rupa alien? The beauty atau the beast? Atau, tak ada satu pun imaji manusia yang tepat?
Matthew Wills dari University of Utah dalam tulisannya di The Conversation pada 19 Agustus 2016 mengatakan, untuk membayangkan rupa alien, kuncinya adalah membayangkan proses evolusi di dunia alien.
Proses evolusi itu sangat bergantung pada iklim, suhu, kadar oksigen, air, belerang, serta parameter fisik dan kimia lainya.
Di bumi, kehidupan diprediksi mulai ada sekitar 3,8 miliar tahun lalu. Makhluk hidup yang ada saat itu sangat sederhana. Materi genetiknya masih tersebar di sitoplasma, belum punya membran inti sel.
Perubahan kondisi geologi, fisik, dan kimia di bumi lah yang kemudian mengizinkan evolusi menjadi makhuk dengan membran inti, makhluk bersel banyak, dan pada akhirnya makhluk cerdas.
Wills yang merupakan pakar evolusi paleobiologi menuturkan, planet lain bisa saja tak mengizinkan evolusi jadi makhluk cerdas.
Makhluk bersel satu, jika ada, akan stuck sebagai makhluk yang sama selama miliaran tahun. Dalam skenario lain, evolusi bisa terhambat hingga level serangga.
Jadi, jika harus membayangkan rupa alien, maka jangan langsung membayangkan makhluk mirip manusia. Bisa saja itu mirip serangga.
Hasil riset para peneliti astrobiologi, cabang ilmu yang mempelajari kehidupan di wilayah ekstrem, bisa memberi petunjuk untuk membayangkan rupa alien.
Riset bidang itu menunjukkan, makhluk hidup bisa eksis dalam kondisi yang jauh berbeda dengan bayangan manusia, bisa sangat dingin atau panas.
Contohnya, kehidupan di Danau Vostok. Meski berada 3.700 meter di bawah lapisan es, danau itu punua 3.507 rangkaian RNA dan DNA, fragmen sel dan virus. Jadi, kehidupan ada di sana.
Contoh kedua di gua kristal Naica. Suhu di sana berkisar 45-65 derajat celcius dan tingkat kelembaban mencapi lebih dari 99 persen. Tapi nyatanya, kehidupan ada.
Makhluk hidup di sana mendapatkan energi dengan kemosintesis, memanfaatkan kekayaan unsur belerang, bukan oksigen. BANDAR POKER ONLINE
Baru-baru ini, ilmuwan juga menemukan jenis hewan lunak yang bersimbiosis dengan bakteri pemakan belerang. Simbiosis itu memungkinkan hewan itu bertahan hidup dengan kemampuan luar biasa: memakan gas!
Dunia dingin ekstrem, panas ekstrem, atau kadar belerang tinggi terdapat di mana pun di alam semesta. Bulan saturnus misalnya, punya kondisi mirip.
Banyak ilmuwan beranggapan, unsur yang terpenting adalah air. Jadi, ketika ada air berbentuk cair, maka kehidupan mungkin ada.
Bulan milik planet Saturnus, Titan dan Enceladus, diduga sebagai wilayah yang memungkinkan adanya makhluk hidup.
Namun, ada masalah dalam penelitian astrobiologi. Sejauh ini, tak ada satu pun penemuan makhluk cerdas dari bidang itu. Temuan hewan lunak yang disebut cacing kapal itu sudah paling "pol".
Para astrofisikawan pun menduga, jika pun ada, kehidupan di luar bumi mungkin ada dalam bentuk paling sederhana, mikroba.
Jadi, kita tak bisa membayangkan alien sebagai makhluk hijau berkepala besar ataupun Do Min Joon. Rupa alien yang sebenarnya mungkin harus diintip dengan mikroskop.
Tapi, bisa saja memang ada makhluk cerdas di luar sana. Ilmuwan pun tak patah semangat. Sejumlah proyek berupaya mencarinya.
Search for Extraterrestrial Itelligence (SETI) yang dirancang Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika serikat (NASA) adalah salah satunya.
Namun, sejauh ini proyek belum membuahkan hasil. Ada sinyal yang diduga dari alien tetapi setelah dikonfirmasi ternyata hanya "noise".
Sejumlah ilmuwan juga menguraikan alasan mengapa manusia belum bisa menemukan alien. Douglas Vakoch, presiden METI (Messaging Extra-terrestrial Intelligence), mengatakan, manusia belum bisa menemukan alien karena tingkat bahasanya berbeda.
Sinyal-sinyal ditujukan untuk makhluk extra-terrestrial (ET) saat ini terlalu sederhana. Manusia harus menentukan seperti apa sebenarnya kita ingin tampil di hadapan mereka.
Sementara, fisikawan Brian Cox punya kabar buruk. Alien belum bisa ditemukan karena mereka mungkin sudah "bunuh diri".
Berharap menemukan alien, manusia sebenarnya harus siap berhadapan dengan dua kondisi. Alien bisa jadi teman ataupun lawan. Manusia harus siap.