JAKARTA, KOMPAS.com - Abdurrahman Wahid alias Gus Dur sering sekali tidur dan mudah terlelap di mana saja. Saat baru duduk di kursi tamu undangan pada suatu hajatan, di kendaraan, sidang paripurna DPR, dan banyak momentum penting lainnya.Agen Bandar Q
Misteri kebiasaan tidur Presiden Keempat RI itu kerap membuat orang jengkel. Sang sahabat, KH Ahmad Mustofa Bisri alias Gus Mus menyampaikan, tingkah aneh Gus Dur sudah diketahui banyak orang.
Bahkan, cendekia Muslim Jalaluddin Rahmat menyampaikan kekesalannya atas kebiasaan tersebut. Hal itu disampaikan Gus Mus seperti dikutip dari buku "Gus Dur dalam Obrolan Gus Mus" karya KH. Husein Muhammad.
Jalaluddin pernah disebut sampai anti-Gus Dur karena hal yang sama.
Gus Dur dianggap tidak sopan. Bagaimana tidak? Wong salah seorang pemimpin Negara Islam Iran mau bicara dan berdialog, Gus Dur justru tidur, ngorok lagi. Begitu Kang Jalal mengeluh. Kejengkelan Kang Jalal tentu mudah dipahami. Pemimpin tertinggi Iran itu idolanya," kata Gus Mus.
Kebiasaan tidur Gus Dur juga sudah disaksikan rakyat Indonesia. Misalnya, saat menghadiri sidang pleno di DPR. Gus Dur yang saat itu menjabat Presiden RI duduk di atas kursi dengan kepala terlihat miring. Jelas tertidur. Ia tertidur saat para anggota dewan tengah berbicara silih berganti.
Meski tertidur, namun saat giliran presiden berbicara, Gus Dur bangun bahkan bisa menjawab dengan tangkas dan cerdas.
Sama seperti saat Gus Dur tertidur di tengah pidato pemimpin Iran. Ia terbangun setelah pidato usai, bahkan mengangkat tangan terlebih dahulu untuk meresponsnya. Menunjukkan bahwa dirinya sangat memahami isi pidato pemimpin Iran tersebut.
Belakangan, Jalaludin yang jengkel dengan kebiasaan Gus Dur pun justru mengidolai sosoknya.
"Kang Jalal terpesona, terpana," ungkap Gus Mus.
"Sesudah pengalaman itu, orang yang tidak disukainya itu berubah menjadi sahabatnya. Bahkan Kang Jalal mengagumi, menghormati dan mencintainya," sambung dia.
Gus Mus merasa tak ada yang aneh dari kebiasaan Gus Dur. Menurutnya, ada siasat di balik kebiasaan tokoh Nahdlatul Ulama itu. Manakala menerima undangan untuk diskusi, seminar, simposium, dialog, konferensi, dan sejenisnya, Gus Dur lebih dahulu mencari tahu tentang pembicaranya.
Ia lalu mempelajari pikiran-pikiran, perspektif dan gagasan si pembicara melalui karya tulis maupun ceramah yang ditemukan. Dari bahan-bahan yang dipelajari tersebut, Gus Dur menangkap apa yang akan disampaikan si pembicara kelak.Domino 99
"Paling-paling tak jauh dari itu juga," kata Gus Mus menirukan pernyataan yang pernah disampaikan Gus Dur.