TEMPO.CO, Oaxaka - Veteran penjelajah gua, Bill Stone, mengumumkan akan melakukan ekspedisi untuk masuk ke Gua Chevé. Gua ini merupakan kompleks bawah tanah yang luas di wilayah Oaxaca, Meksiko, yang diduga memiliki kedalaman 2,6 kilometer di bawah permukaan bumi. Jika perhitungan itu benar, kedalaman gua ini akan mengalahkan Gua Krubera yang ada di barat Pegunungan Kaukasus, yang memiliki kedalaman 2,3 kilometer. Situs Judi Online
Kedalaman Gua Chevé memang mengejutkan. Meski begitu, banyak ilmuwan percaya masih banyak gua yang lebih dalam. Data geologi yang ada selama ini membuat mereka percaya, gua yang jauh lebih dalam, di dalam tanah, begitu berlimpah di seluruh dunia. Beberapa bahkan dapat membawa ke lorong terjauh di planet ini.
George Veni, Direktur Eksekutif National Cave and Karst Research Institute, menyebutkan ada banyak tempat yang berpotensi untuk menemukan gua-gua terdalam tersebut. Medan karst, sekitar 20-25 persen wilayah bumi, tempat lanskap berujung tajam dan tinggi ini, merupakan variabel tempat gua dalam. "Kita bisa bermula dari sana," kata Veni seperti dikutip dari Live Science.
Tantangannya, kata Lewis Land, pakar hidrologi dari lembaga yang sama, adalah soal teknologi untuk mendeteksi dan menjelajahinya. Batas tersulit, kata dia, ialah mencari titik temu antara jalur air bawah tanah dan tekanan, "Karena bisa saja tekanan di dalam gua jauh lebih besar ketimbang yang kita pikirkan dan kita harus siap akan hal itu," ujarnya.
Selama ini, ada beberapa ekspedisi untuk menemukan gua terdalam di bumi, termasuk The Kola Superdeep Borehole, proyek di era Uni Soviet sepanjang 1970-1994. Pada penelitian awal, terungkap air mengalir mencapai kedalaman 69 kilometer. Namun ekspedisi tersebut gagal di tengah jalan karena kendala teknologi.
Ekspedisi lainnya dilakukan pada 1980-an. Kali ini pada sebuah eksplorasi kilang minyak di Oklahoma, Amerika Serikat. Penggalian yang direncanakan sedalam 3,5 kilometer ini juga menemui kendala lantaran tak ditemukan gerbang untuk masuk ke dalamnya. "Sulit untuk mengeksplorasi tanpa ditemukan pintunya terlebih dulu," kata Land.
Metode yang paling memungkinkan adalah menggunakan refleksi seismik, teknologi yang kerap digunakan oleh perusahaan tambang. Teknologi ini bisa mendeteksi ruang bawah tanah yang cukup dalam. Hanya, menurut Joel Despain, Ketua International Exploration Committee of the National Speleological Society, dia tidak dapat menampilkan resolusi sebuah lorong. "Keuntungannya sebatas membedakan suhu udara di permukaan dan di dalam gua," katanya seperti dikutip dari Discovery News.
Penjelajah gua seperti Bill Stone mengandalkan metode yang lebih sederhana, yakni mengalirkan pewarna tak beracun dari hulu sebuah sungai, yang posisinya lebih tinggi, dan mengikutinya sampai ke hilir. "Ini salah satu cara tradisional untuk mengukur potensi kedalaman sebuah gua," kata Despain.
Meski begitu, Despain menjelaskan, bukan berarti Bill Stone dapat menemukan pintu masuk ke dalamnya dengan mudah. Selain itu, kata dia, Bill harus menguak misteri labirin raksasa di dalam lubang dan menyiasati bagaimana memasuki celah-celah yang terkadang berukuran lebih kecil ketimbang tubuh manusia. "Belum lagi bagian yang berisi air," tuturnya. "Semua peralatan pun harus dimasukkan ke gua secara manual, hanya dengan tali."
Eksplorasi yang dilakukan Bill Stone dan tim akan menguak banyak informasi. Veni mengatakan sebuah gua mengandung banyak organisme hidup, termasuk serangga dan mikroba, dapat membantu para ilmuwan menemukan antibiotik baru dan obat-obatan lain. Gua, kata dia, juga merekam bukti siklus iklim masa lalu yang dapat membantu ilmuwan menyempurnakan model rekayasa iklim masa depan. BANDAR POKER ONLINE