Batu Batikam adalah salah satu benda cagar budaya bersejarah di Jorong Dusun Tuo, Nagari Lima Kaum, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. Jika diartikan kedalam Bahasa Indonesia, Batu Batikam berarti batu yang tertusuk. Konon, lubang yang ada di tengah batu itu merupakan bekas dari tusukan keris Datuak Parpatiah Nan Sabatang dan Datuk Katumanggungan. Situs Judi Online
Secara logika, hal ini mungkin sulit diterima oleh akal mengingat batu tersebut adalah sebuah benda yang sangat keras sehingga tidak mungkin untuk ditusuk dan menyisakan sebuah lubang yang tembus secara sempurna.
Batu ini berukuran 55 x 20 x 40 sentimeter, dengan bentuk hampir segi tiga. Prasasti Batu Batikam menjadi salah satu bukti keberadaan Kerajaan Minangkabau.
Datuk Katumanggungan adalah Raja Kerajaan Bungo Satangkai yang berpusat di Sungai Tarab. Sedangkan Datuk Perpatih Nan Sabatang adalah Raja Nagari Limo Kaum XII Koto dan IX Koto di Dalam. Keduanya merupakan raja di wilayah Minangkabau di zaman Neolitikum.
Kedua raja ini berselisih paham soal penerapan sistem adat dalam pemerintahannya. Datuak Parpatiah menginginkan masyarakat diatur dalam semangat yang demokratis, atau dalam tatanannya, "Duduk sama rendah, berdiri sama tinggi".
Namun Datuak Katumanggungan menginginkan rakyat diatur dalam tatanan yang hierarki berjenjang sama naik, bertangga sama turun". Karena perbedaan tersebut mereka berdua bertengkar hebat.
Untuk menghindari pertikaian dan tidak saling melukai, dengan kesaktian Datuak Parpatiah dan Datuak Katumanggungan mereka kemudian menikam batu tersebut dengan keris sebagai pelampiasan emosinya.
Maka dari itu Batu Batikam memiliki sebuah lubang yang menembus dari arah sisi depan dan belakang. Oleh kedua penerus kerajaan tersebut Batu Batikam difungsikan sebagai medan nan bapaneh atau tempat bermusyawarah para kepala suku.
Saat ini oleh pemerintah lokasi Batu Batikam dijadikan sebagai situs cagar budaya dengan luas 1.800 meter persegi. Susunan batu di sekeliling Batu Batikam seperti sandaran tempat duduk, berbentuk persegi panjang melingkar.
Hingga saat ini, pendapat yang berbeda antara Datuk Parpatih nan Sabatang dan Datuk Katumanggungan masih terlihat dari adanya dua keselarasan di Minangkabau, yakni keselarasan Koto Pilang, yang mencerminkan sistem kekuasaan ala Datuk Katumanggungan dan keselarasan Bodi Chaniago yang merupakan perwujudan sistem pemeirntah ala Datuk Parpatih Nan Sabatang. BANDAR POKER ONLINE